Adapun nama peneliti serangga LIPI yang harusnya dimasukkan adalah Rosichon Ubaidillah. Ia dikenal sebagai peneliti serangga dengan spesialisasi serangga parasitoid.
Publikasi ilmiah di jurnal internasional hanya mencantumkan nama Lynn S Kimsey dari University of California, Davis, Amerika Serikat, dan Michael Ohl dari Museum fur Naturkunde, Jerman.
Pencantuman nama peneliti LIPI dalam kolaborasi sebenarnya adalah bagian dari memorandum of understanding (MOU) yang telah disusun bahwa kolaborasi yang dimaksud adalah penelitian dan publikasi.
"Dalam etika kolaborasi penelitian, hal seperti ini semestinya tidak boleh diabaikan oleh Kimsey. Tampaknya Kimsey mengabaikan hal ini," imbuh Rosichon.
Rosichon menceritakan, sejak awal koleksi, dirinya sudah mengetahui bahwa tawon yang dimaksud merupakan spesies baru. Spesimen dibawa pulang dari ekspedisi untuk dipelajari lebih lanjut.
Dalam sebuah kesempatan seminar, Rosichon datang menemui Kimsey di universitasnya. Ia menawarkan bantuan dalam identifikasi spesies sekaligus keterlibatan dalam prosesnya.
"Tapi Kimsey mengatakan tidak perlu. Saya pikir memang kita berlandaskan kepercayaan, jadi ya saya izinkan. Tapi malah justru kita kecolongan," terang Rosichon.
Menurut Rosgichon, kecolongan publikasi khusus spesies ini sudah yang kedua kalinya. Pertama, saat tawon garuda ini dipublikasikan di media massa di Eropa dan Amerika. Kedua, saat publikasi resmi di jurnal ilmiah.
Kecolongan ini punya dua kerugian. Peneliti Indonesia kehilangan kesempatan untuk menunjukkan peran di mata internasional. Rosichon juga merugi karena sebenarnya dirinyalah yang memberi nama "garuda".
Rosichon telah mengungkapkan kekecewaannya pada Kimsey. Ia juga melayangkan surat ke penanggung jawab kerja sama di University of California, Davis. Menurut Rosichon, Kimsey sudah meminta maaf.
Menanggapi kekecewaan LIPI, Kimsey yang ditemui dalam diskusi di @America hari ini mengatakan bahwa tak adanya nama peneliti Indonesia dalam publikasi ialah karena tak adanya ahli yang sesuai.
"Saya seharusnya memasukkan satu nama dari LIPI dalam publikasi itu. Tapi masalahnya tak ada yang memiliki bidang yang sesuai. Indonesia tidak memiliki ahli di bidang stinging wasps," jelas Kimsey.
Rosichon sendiri mengungkapkan bahwa permasalahannya bukan soal spesialisasi. Pencantuman nama peneliti Indonesia adalah etika dalam kerja sama tersebut.
Peristiwa ini, kata Rosichon, adalah pelajaran bagi Indonesia. Ini menjadi pukulan bagi Indonesia sehingga pemerintah dan masyarakat harus lebih peduli pada keanekaragaman hayati dan penelitinya.
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2012/04/04/08560198/LIPI.Kecolongan. (10 April 2012)
-----------------------------------
Berita lain:
- Spesimen Tawon Garuda Harus Kembali ke Indonesia
- Raja Tawon Bernama Garuda
- Inilah Monster "Garuda" dari Sulawesi
- Menilik Perbedaan TOEFL dan IELTS
- Hadapi Tes TOEFL Perlu Taktik dan Strategi
- A-Z Tes TOEFL Berbasis Internet
- Yang Perlu Diketahui tentang IELTS
- "Technopreneur" Langka di Indonesia
- Mikroba Untuk Antiosteoporosis
- Peneliti Asing Incar Lautan
- Tradisi Lisan Bisa Jadi Mediasi Konflik
- Tradisi Lisan Jadi Bahan Ajar
- Angklung Warisan Dunia
- Bahasa Asing di RSBI Tidak Efektif
- Tangani Lingkungan Dengan "Ecoregion"
- Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar
- Harus Bangga Gunakan Bahasa Indonesia
- Indonesia Pusat Peradaban Dunia
- Vertebrata Dunia Terancam Punah
- Lemah Koordinasi Lembaga Riset
- Temulawak Dipatenkan Asing